Larutan I2 (larutan iodium)

I2 termasuk zat padat yang sukar larut dalam air, di mana kelarutannya sebesar 0,0013 mol/ L pada suhu 25o C, tetapi sangat mudah larut dalam larutan KI karena membentuk ion I3- sebagai berikut :
I2 + I- → I3-
Oleh karena itu untuk melarutkan I2 digunakan KI sebagai pelarut. Larutan I2 ini tidak stabil sehingga perlu dilakukan proses pembakuan berulang kali.
           
Ketidakstabilan larutan I2 disebabkan oleh (i) penguapan I2, (ii) reaksi I2 dengan karet, gabus, dan bahan organik lain yang mungkin masuk dalam larutan lewat debu dan asap, (iii) oksidasi oleh udara pada pH rendah; oksidasi ini dipercepat oleh cahaya dan panas. Oleh karena itu, larutan sebaiknya di simpan dalam botol coklat yang gelap pada tempat sejuk serta dihindarkan kontak dengan bahan organik maupun gas pereduksi seperti SO2 dan H2S.

Daftar Pustaka 
Harijadi, W., 1993, “Ilmu Kimia Analitik Dasar”, halaman 212- 233, PT. Gramedia, Jakarta.
 

Larutan Baku (Larutan Standar)

Larutan baku/ larutan standar adalah larutan yang konsentrasinya sudah diketahui. Larutan baku biasanya berfungsi sebagai titran sehingga ditempatkan buret, yang sekaligus berfungsi sebagai alat ukur volume larutan baku. Larutan yang akan ditentukan konsentrasinya atau kadarnya, diukur volumenya dengan menggunakan pipet volumetri dan ditempatkan di erlenmeyer.
a.    Larutan baku primer
Larutan yang mengandung zat padat murni yang konsentrasi larutannya diketahui secara tepat melalui metode gravimetri (perhitungan massa), dapat digunakan untuk menetapkan konsentrasi larutan lain yang belum diketahui. Nilai konsentrasi dihitung melalui perumusan sederhana, setelah dilakukan penimbangan teliti dari zat pereaksi tersebut dan dilarutkan dalam volume tertentu.
Contoh: K2Cr2O7, As2O3, NaCl, asam oksalat, asam benzoat.
Syarat-syarat larutan baku primer :
§  Zat harus mudah diperoleh, dimurnikan, dikeringkan (jika mungkin pada suhu 110-120 derajat celcius) dan disimpan dalam keadaan murni. (Syarat ini biasanya tak dapat dipenuhi oleh zat- zat terhidrasi karena sukar untuk menghilangkan air-permukaan dengan lengkap tanpa menimbulkan pernguraian parsial.)
§  Zat harus tidak berubah berat dalam penimbangan di udara; kondisi ini menunjukkan bahwa zat tak boleh higroskopik, tak pula dioksidasi oleh udara atau dipengaruhi karbondioksida.
§  Zat tersebut dapat diuji kadar pengotornya dengan uji- uji kualitatif dan kepekaan tertentu.
§  Zat tersebut sedapat mungkin mempunyai massa relatif dan massa ekuivalen yang besar.
§  Zat tersebut harus mudah larut dalam pelarut yang dipilih.
§  Reaksi yang berlangsung dengan pereaksi harus bersifat stoikiometrik dan langsung.
b.   Larutan baku sekunder
Larutan suatu zat yang konsentrasinya tidak dapat diketahui dengan tepat karena berasal dari zat yang tidak pernah murni. Konsentrasi larutan ini ditentukan dengan pembakuan menggunakan larutan baku primer, biasanya melalui metode titrimetri. Contoh: AgNO3, KmnO4, Fe(SO4)2
Syarat-syarat larutan baku sekunder :
·         Derajat kemurnian lebih rendah daripada larutan baku primer
·         Mempunyai berat ekivalen yang tinggi untuk memperkecil kesalahan penimbangan
·         Larutannya relatif stabil dalam penyimpanan.
Daftar Pustaka :    
Basset, J., 1994, Vogel Buku Teks Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik, Edisi ke- 4, Buku Kedokteran EGC, Jakarta
 

Cara Membuat Larutan Oralit

Cara Membuat Larutan Oralit dengan metode yang sederhana mampu mencegah timbulnya dehidrasi. Oralit merupakan cairan yang mudah dikerjakan oleh orang tua pada bayi maupun balita yang terkena dehidrasi misalnya pada penderita diare (mencret). Sebelum dilakukan pemberian oralit ada baiknya anda mengerti benar akan definisi dari diare sendiri sehingga penggunaannya tepat pada penderita.
DEFINISI DIARE
Diare adalah suatu penyakit yang di tandai dengan berubahnya kondisi tinja dari lembek sampai mencair disertai dengan bertambahnya frekuensi buang air besar (lebih dari 3 kali dalam satu hari). Seriusnya buang air besar disertai dengan kondisi tinja yang lembek merupakan tolok ukur bagi keparahan diare.
Istilah Diare dibagi menjadi berbagai macam bentuk diantaranya:
Diare akut : kurang dari 2 minggu
Diare Persisten : lebih dari 2 minggu
Disentri : diare disertai darah dengan ataupun tanpa lendir
Kholera : diare dimana tinjanya terdapat bakteri Cholera
CIRI CIRI PENYAKIT DIARE
Kadang kadang desertai panas
Anak cengeng, tidak makan dan haus
Berak encer terus menerus kadang disertai muntah
Badan lemah dan lesu.
Infeksi oleh agen penyebab terjadi bila makanan / air minum yang terkontaminasi tinja / muntahan penderita diare. Penularan langsung juga dapat terjadi bila tangan tercemar dipergunakan untuk menyuap makanan.
PENYEBAB DIARE
Makan tanpa cuci tangan terlebih dahulu
Meminum air yang masih mentah
Memakan makanan yang dihinggapi lalat/ makanan yang tercemari bakteri
Keracunan makanan/minuman yang disebabkan oleh bakteri maupun bahan kimia
Alergi terhadap susu
Buang air besar di sembarang tempat
Tidak menjaga kebersihan sarana mandi, cuci dan jamban
Hewan peliharaan dibiarkan berkeliaran
Lingkungan yagn kumuh dan kotor
Lingkungan yang kumuh dan kotor menjadi tempat berkembangbiaknya agen pembawa penyakit diare seperti bakteri (E.coli), virus dan parasit (jamur, cacing, protozoa). Lalat sebagai vector pembawa turut membantu penyebaran kuman penyakit diare.
CARA MEMBUAT ORALIT (SEDIAAN JADI)

1. Siapkan 1 gelas (200 ml) air yang telah dimasak / air teh
2. kemudian masukan 1 bungkus bubuk oralit kedalam gelas
3. aduk sampai larut benar
CARA MEMBUAT LARUTAN GULA GARAM SENDIRI:
1. gula satu sendok teh penuh
2. garam sendok teh
3. air masak 1 gelas
4. campuran diaduk sampai larut benar
Pada bayi selain oralit juga berikan ASI, air putih setara dengan 150-200 ml minuman (1 gelas) per kg berat badan selam sehari sebagai pengganti cairan yang keluar bersama tinja.
Dengan Cara Membuat Larutan Oralit yang benar dan mudah bayi atau balita anda dapat terhindar dari dehidrasi.
 

Pembuatan larutan NaOH


I. TUJUAN PERCOBAANTujuan praktikum ini adalah untuk memahami dan melakukan standarisasi larutan serta menggunakannya untuk analisis kuantitatif sampel.

II. TINJAUAN PUSTAKALarutan yang mempunyai konsentrasi molar yang diketahui, dapat dengan mudah digunakan untuk reaksi-reaksi yang melibatkan prosedur kuantitaif. Kuantitas zat terlarut dalam suatu volume larutan itu, di mana volume itu diukur dengan teliti, dapat diketahui dengan tepat dari hubungan dasar berikut ini.Mol = liter x konsentrasi molar atau mmol = mL x konsentrasi molar.Perhitungan-perhitungan stoikiometri yang melibatkan larutan yang diketahui normalitasnya bahkan lebih sederhana lagi. Dengan definisi bobot ekuivalen, dua larutan akan bereaksi satu sama lain dengan tepat bila keduanya mengandung gram ekuivalen yang sama yaitu, jika V1 x N2 = V2 x N2.Dalam hubungan ini kedua normalitas harus dinyatakan dengan satuan yang sama, demikian juga kedua volum, satuan-satuan itu dapat dipilih secara sembarang.Larutan-larutan yang mempunyai normalitas yang diketahui sangat berguna walaupun hanya satu di antara pereaksi itu yang terlarut. Dalam hal ini jumlah gram ekuivalen (atau miliekuivalen) pereaksi yang tidak terlarut dapat dihitung dengan cara biasa, yaitu dengan membagi massa contoh dalam gram (atau miligram) dengan bobot ekuivalennya. Jumlah g-ek (atau mek) satu pereaksi tetap harus sama dengan g-ek (atau mek) zat yang lain (Brady, 1999).Volumetri atau tirimetri adalah suatu cara analisis kuantitatif dari reaksi kimia. Pada analisis ini zat yang akan ditentukan kadarnya, direaksikan dengan zat lain yang telah diketahui konsentrasinya, sampai tercapai suatu titik ekuivalen sehingga kepekatan (konsentrasi) zat yang kita cari dapat dihitung (Syukri, 1999).Pada analisis volumetri diperlukan larutan standar. Proses penentuan konsentrasi larutan satandar disebut menstandarkan atau membakukan. Larutan standar adalah larutan yang diketahui konsentrasinya, yang akan digunakan pada analisis volumetri.Ada dua cara menstandarkan larutan yaitu:1. Pembuatan langsung larutan dengan melarutkan suatu zat murni dengan berat tertentu, kemudian diencerkan sampai memperoleh volume tertentu secara tepat. Larutan ini disebut larutan standar primer, sedangkan zat yang kita gunakan disebut standar primer.2. Larutan yang konsentrasinya tidak dapat diketahui dengan cara menimbang zat kemudian melarutkannya untuk memperoleh volum tertentu, tetapi dapat distandartkan dengan larutan standar primer, disebut larutan standar skunder.Zat yang dapat digunakan untuk larutan standar primer, harus memenuhi persyaratan dibawah ini :1. Mudah diperoleh dalam bentuk murni ataupun dalam keadaan yang diketahui kemurniannya. Pengotoran tidak melebihi 0,01 sampai 0,02 %2. Harus stabil3. Zat ini mudah dikeringkan tidak higrokopis, sehingga tidak menyerap uap air, tidak meyerap CO2 pada waktu penimbangan (Sukmariah, 1990).Suatu reaksi dapat digunakan sebagai dasar analisis tirimetri apabila memenuhi persyaratan berikut :1. Reaksi harus berlangsung cepat, sehingga titrasi dapat dilakukan dalam waktu yang tidak terlalu lama.2. Reaksi harus sederhana dan diketahui dengan pasti, sehingga didapat kesetaraan yang pasti dari reaktan.3. Reaksi harus berlangsung secara sempurna.4. Mempunyai massa ekuivalen yang besarLarutan standar biasanya kita teteskan dari suatu buret ke dalam suatu erlenmeyer yang mengandung zat yang akan ditentukan kadarnya sampai reaksi selesai. Selesainya suatu reaksi dapat dilihat karena terjadi perubahan warna Perubahan ini dapat dihasilkan oleh larutan standarnya sendiri atau karena penambahan suatu zat yang disebut indikator. Titik di mana terjadinya perubahan warna indikator ini disebut titik akhir titrasi. Secara ideal titik akhir titrasi seharusnya sama dengan titik akhir teoritis (titik ekuivalen). Dalam prakteknya selalu terjadi sedikit perbedaan yang disebut kesalahan titrasi (Sukmariah, 1990).Untuk analisis titrimetri atau volumetri lebih mudah kalau kita memakai sistem ekivalen (larutan normal) sebab pada titik akhir titrasi jumlah ekivalen dari zat yang dititrasi = jumlah ekivalen zat penitrasi. Berat ekivalen suatu zat sangat sukar dibuat definisinya, tergantung dari macam reaksinya. Pada titrasi asam basa, titik akhir titrasi ditentukan oleh indikator. Indikator asam basa adalah asam atau basa organik yang mempunyai satu warna jika konsentrasi hidrogen lebih tinggi daripada sutau harga tertentu dan suatu warna lain jika konsentrasi itu lebih rendah.Tabel 1.1 Indikator untuk asam dan basa
Nama
Jangka pH dalam mana terjadi perubahan warna
Warna asam
Warna basa
Kuning metil
2 – 3
Merah
Kuning
Dinitrofenol
2,4 - 4,0
Tak berwarna
Kuning
Jingga metil
3 – 4,5
Merah
Kuning
Merah metil
4,4 – 6,6
Merah
Kuning
Lakmus
6 -8
Merah
Biru
Fenophtalein
8 – 10
Tak berwarna
Merah
Timolftalein
10 -12
Kuning
Ungu
Trinitrobenzena
12 -13
Tak berwarna
jingga


.
Titrasi asam basa yaitu sebagai berikut:
1. Titrasi asam kuat dengan basa kuat
Pada akhir titrasi akan terbentuk garam yang berasal dari asam kuat dan basa kuat. Misal : HCl + NaOH NaCl + H2O2. Titrasi asam lemah dan basa kuatPada akhir titrasi terbentuk garam yang berasal dari asam lemah dan basa kuat.Misal : Asam asetat dengan NaOHCH3COOH + NaOH CH3COONa + H2O3. Titrasi basa lemah dan asam kuatPada akhir titrasi akan terbentuk garam yang berasal dari basa lemah dan asam kuat.Misal : NH4OH dan HClNH4OH + HCl NH4Cl + H2O
4. Titrasi asam lemah dan basa lemahPada akhir titrasi akan terbentuk garam yang berasal dari asam lemah dan basa lemah. Misal : Asam asetat dan NH4OH
CH3COOH + NH4OH CH3COONH4 + H2OpH larutan tergantung dari harga Ka dan KbBila Ka > Kb larutan bersifat asamBila Kb < Ka larutan bersifat basa (Sukmariah, 1990).

III. ALAT DAN BAHAN

A. ALATAlat-alat yang digunakan pada percobaan ini meliputi gelas arloji, gelas beker 100 mL, pengaduk kaca, pipet tetes, pipet ukur, erlenmeyer 100 mL, labu takar 100 mL, dan buret 50 mL.

B. BAHANBahan-bahan yang diperlukan pada percobaan ini meliputi asam oksalat dihidrat (H2C2O4.2H2O), larutan standart NaOH 0,1 N, akuades, cuka makan komersial, dan indikator fenophtalein.

IV. PROSEDUR KERJA1. Pembuatan Larutan Standar Asam Oksalat dan Penggunaannya untuk Standarisasi Larutan NaOH.a. Sebanyak 1,26 gram asam oksalat dihidrat (H2C2O4.2H2O) ditimbang dengan menggunakan gelas arolji dan neraca analitik.b. Asam Oksalat dipindahkan dari gelas arloji ke dalam gelas beker 100 mL, tambahkan 25-30 mL akuades, kemuadian diaduk hingga larut. Setelah itu gelas arloji dibilas dengan sedikit akuades, dan masukkan air bilasan ke dalam gelas beker yang berisi larutan asam oksalat tersebut.c. Larutan asam oksalat dipindahkan ke dalam labu takar 100 mL, kemudiam gelas beker dibilas dengan sedikit akuades, air bilasan tersebut dimasukkan ke dalam labu takar.d. Akuades ditambahkan ke dalam labu takar hingga tepat tanda batas dan dikocok hingga homogen.e. Buret yang akan digunakan dicuci dengan menggunakan akuades kemuadian dikeringkan.f. Larutan asam oksalat yang telah dibuat dimasukkan ke dalam buret 50 mL.g. 10 mL larutan NaOH yang akan distandarisasi dimasukkan kedalam erlenmeyer kemudian ditambahkan 2-3 tetes indikator fenophtalein.h. Larutan NaOH dititrasi dengan larutan asam oksalat dari buret.i. Jika terjadi perubahan warna yang konstan titrasi dihentikan kemudian dicatat volume asam oksalat yang digunakan untuk titrasi.j. Dilakukan titrasi kembali sebanyak dua kali dan dihitung rata-rata volume asam oksalat yang digunakan dari tiga kali titrasi yang telah dilakukan

2. Penentuan Konsentrasi Asam Asetat dalam Asam Cuka Komersial.a. 2 mL asam cuka komersial dituangkan kedalam labu takar 250 mL dengan menggunakan pipet ukur.b. Akuades ditambahkan ke dalam labu takar hingga tanda batas kemudian labu takar tersebut ditutup dan dikocok hingga larutan homogen.c. 15 mL asam cuka yang telah diencerkan dimasukkan ke dalam erlenmeyer 100 mL, kemudian sebanyak 2-3 tetes indikator fenophtalein ditambahkan kedalam larutan tersebut.d. Buret yang akan digunakan dicuci dengan akuades kemudian dikeringkan.e. Larutan standart NaOH 0,1 M yang telah distandarisasi di masukkan ke dalam buret.f. Larutan asam cuka encer dititrasi dengan menggunakan larutan NaOH 0,1 M dalam buret.g. Jika terjadi perubahan warna yang konstan titrasi dihentikan dan dicatat volume NaOH yang digunakan.h. Dilakukan kembali titrasi sebanyak tiga kali dan dihitung volume rata-rata yang digunakan saat titrasi.

V. HASIL DAN PEMBAHASANA. Hasil dan Perhitungan1. Hasil
No.
Percobaan
Pengamatan
1.
2.
- Ditambahkan 2 tetes indikator fenoftalein ke dalam erlenmeyer yang berisi NaOH
- Dititrasi larutan NaOH dengan larutan asam oksalat yang ada di dalam buret.
- Perubahan warna.
- Asam cuka didalam gelas ukur.
- Diencerkan asam cuka didalam labu takar dengan akuades.
- Ditambahkan 2 tetes indikator fenoftalein ke dalam erlenmeyer yang berisi asam cuka encer.
- Dititrasi larutan asam cuka encer dengan larutan standar NaOH 0,1 M didalam buret.
- Perubahan warna yang terjadi.
Volume NaOH = 10 mL
Volume titrasi = 4,9 mL
Ungu menjadi bening
Volume = 10 mL
Volume = 250 mL
Volume = 10 mL
Volume titrasi = 0,45 mL
Bening menjadi ungu


2. Perhitungan

I. Standarisasi Larutan NaOHKonsentrasi Larutan Asam OksalatDiketahui : Massa asam oksalat = 1,26 grMr asam oksalat = 126 grVolume larutan asam oksalat = 100 mL = 0,1 LMolaritas asam oksalat =(massa asam oksalat/ Mr asamoksalat)= Volume larutan asam oksalat
= (1,26/126) mol = 0,1 mol/L
= 0,1 L
Ditanya : Normalitas asam oksalat = ………?
Jawab : H2C2O4 2H+ + C2O4-Normalitas asam oksalat = n. M= (2 ek / mol) x (0,1 mol/L)= 0,2 ek/LPenentuan Konsentrasi NaOHDiketahui : Volum NaOH saat titrasi = 10 mLVolum rata-rata asam oksalat saat titrasi = 4,9 mLNormalitas asam oksalat = 0, 2 ek/LPada saat titik ekuivalen(N.V)asam = (N.V)basa(N.V)oksalat = (N.V)NaOH0,2 ek /L. Voksalat = NNaOH. 10 mLNNaOH = 0,2 ek/L. 4,9 mL10 mL= 0,098 N ≈ 0,01 N

b. Penentuan Konsentrasi Asam Asetat dalam Asam CukaDiketahui : Volum asam asetat yang dititrasi = 10 mLVolum rata-rata NaOH untuk titrasi = 0,45 mL
Normalitas NaOH digunakan untuk titrasi = 0,098 NDitanya : Normalitas asam asetat yang dititrasi = …………..?Jawab : Pada saat titik ekivalen titrasijumlah ekuivalen asam = jumlah ekuivalen basa(N.V)asam = (N.V)basaN asetat .Vasetat = N NaOH . VNaOHN asetat . 10 mL = 0,098 . 0,45N asetat = 0,098 . 0,4510N asetat = 0,00441 mol/L= 4,41 x 10-3 mol/LKarena asam asetat adalah asam monoproptik, maka n asam asetat = 1 ek/mol, sehinngga :
CH3COOH CH3COO- + H+Masetat = Nasetat / n= 4,41 x 10-3 /1= 4,41 x 10-3 MKarena pengenceran yang dilakukakn sebanyak 50x maka konsentrasi asam asetat setelah diencerkan dapat dihitung sebagai berikut;4,41 x 10-3 x 50 = 0,2205 NKonsentrasi asam asetat sebelum diencerkan dapat dihitung sebagai berikut;(M.V) sebelum pengenceran = (M.V) setelah pengenceranM sebelum pengenceran = Masetat. (250 mL / 10 mL)= 0,2205 x (25)= 5,5125 MKonsentrasi asam asetat dinyatakan dalam persentase (b/v) adalah%CH3COOH (b/v) = Masetat x Mrasetat x (1L/1000 mL) x 100= Masetat (M).60 (gr/mol) x (1L/1000 mL) x 100= 5,5125 x 60 (1/1000) x 100= 33,075 % (b/v)Jadi, konsentrasi asam asetat 33,075 gr dalam 100 mL pelarut air.

B. PEMBAHASANPada percobaan kali ini kita melakukan analisis kuantitatif untuk menentukan kadar asam asetat dalam asam cuka komersial, yang beredar di pasaran. Di mana pada percobaan ini digunakan asam cuka botol cap sendok. Analisis yang dilakukan adalah analisis tirimetri karena kadar komposisi ditetapkan berdasarkan volum pereaksi (konsentrasi diketahui). Penggunaan analisi tirimetri ini menggunakan larutan NaOH 0,1 N sebagai larutan standarnya. Karena NaOH merupakan larutan standar sekunder, maka sebelum digunakan terlebih dahulu larutan NaOH tersebut distandarisasi dengan larutan asam oksalat yang merupakan suatu standar primer.Berdasarkan hasil percobaan dapat diketahui bahwa telah terjadi reaksi asam basa antara asam oksalat dan larutan standar NaOH 0,1 N dan asam asetat dengan larutan standar NaOH. Pada pembuatan larutan standar asam oksalat indikator yang digunakan yaitu fenophtalein. Perubahan warna yang terjadi pada proses penitrasian ini adalah berubah menjadi bening dengan warna asal mula adalah ungu. Jangka pH pada saat terjadi perubahan warna adalah berkisar antara 8-10. Perubahan warna ini terjadi karena telah tercapainya titik ekuivalen, yaitu titik di mana jumlah larutan standar NaOH dengan larutan asam oksalat. Volume larutan asam oksalat yang diperlukan untuk titrasi sebanyak 4,9 mL.Pada penentuan Konsentrasi asam asetat terjadi reaksi antara asam lemah (CH3COOH) dengan basa kuat (NaOH). Sebelum dititrasi, asam asetat telah diencerkan terlebih dahulu. Karena asam asetat adalah asam monoproptik, maka n asam asetat sebesar 1 ek/mol.Reaksi yang terjadi pada saat penitrasian adalah :CH3COOH + NaOH CH3COONa + H2OPada proses penitrasian antara asam asetat dengan larutan standar NaOH 0,1 M terjadi perubahan warna dimana setelah ditetesi indikator fenophtalein sebanyak 2 tetes warna yang terjadi yaitu bening menjadi berwarna ungu. Seperti halnya dengan titrasi di atas, perubahan warna ini terjadi pada pH dengan kisaran 8-10. Penyebab perubahan warna ini karena telah terjadi pencapaian titik ekuivalen. Volume NaOH yang diperlukan pada saat titrasi sebanyak 0,45 mL.Pada penentuan konsentrasi NaOH didapat normalitas NaOH sebesar 0,098 N, sedangkan pada penentuan konsentrasi asam asetat dalam asam cuka didapat normalitas asetat sebesar 4,41 x 10-3 N. Setelah itu nilai ini digunakan untuk mencari konsentrasi asetat sebelum pengenceran maka didapat hasil sebesar 5,5125 M. Konsentrasi asam asetat yang dinyatakan dalam persentase sebesar 33,075 %.

VII. KESIMPULANKesimpulan yang dapat diambil setelah melakukan percobaan ini adalah sebagai berikut :1. Standarisasi larutan bertujuan untuk menetukan konsentrasi dari larutan standar.2. Pada penentuan konsentrasi NaOH didapatkan normalitas NaOH sebesar 0,098 N, sedangkan pada penentuan konsentrasi asam asetat dalam asam cuka didapat normalitas asetat sebesar 4,41 x 10-3 N.3. Persentase asam asetat cap sendok sebesar 33,075 %.4. Analisis kuantitatif memberikan informasi mengenai berapa banyak komposisi suatu komponen dalam sampel.


DAFTAR PUSTAKABrady, James E. 1999. Kimia Universitas Asas dan Struktur. Bina Rupa Aksara, Jakarta.Sukmariah. 1990. Kimia Kedokteran edisi 2. Bina Rupa Aksara, Jakarta.Syukri.1999. Kimia Dasar 2. ITB, Bandung.
 

SINTESIS PROTEIN

Sintesis protein merupakan proses terbentuknya protein yang terdiri dari 2 tahap yaitu tahap transkripsi dan tahap translasi. Tahap transkripsi adalah tahap dimana pada saat pembentukan mRNA di dalam nukleus dari DNA template dengan dibantu oleh enzim polimerase. Tahap translasi adalah tahap dimana mRNA keluar dari inti sel dan bertemu dengan tRNA lalu dibantu oleh Ribosom yang terdiri dari sub unit besar dan sub unit kecil. Sekarang kita akan membahas satu persatu proses luar biasa itu yang ada didalam setiap sel tubuh kita.

1. Proses Transkripsi

Pada tahap ini terjadi di dalam nukleus.DNA double heliks yang terdiri dari 2 sisi, misal yang sisi bawah adalah DNA sense (pencetak/cetakan) sedangkan sisi atas adalah DNA non sense (bukan cetakan). Pertama, enzim polimerase akan masuk diantara double heliks dan menempel pada sisi DNA sense. Enzim polimerase akan mencetak/ mengkopi kode genetik DNA seperti yang ada pada DNA non sense dengan jalan DNA sense sebagai cetakan. Proses pencetakan ini dimulai dari start kodon pada mRNA yaitu AUG lalu proses pengkopian ini berakhir pada stop kodon yaitu UAG, UAA,atau UGA. Proses transkripsi selesai lalu mRNA keluar dari nukleus.

2. Proses Translasi

Setelah mRNA keluar dari nukleus ke sitoplasma yang membawa kode genetik akan menempel pada ribosom sub unit kecil. Setelah itu tRNA yang tersebar di sitoplasma akan menghampiri mRNA dengan membawa pasangan yang sesuai dengan kode genetik mRNA. setelah itu ribosom sub unit besar akan menghampiri ribosom sub unit kecil sehingga tRNA berada pada site P lalu pada site A akan ada tRNA lain yang membawa kode genetik yang sesuai dengan mRNA sehingga berjajaran. Setelah itu asam amino yang dibawa oleh masing-masing tRNA akan berikatan membentuk rantai polipeptida dan begitu terus menerus tRNA di site A bergeser ke site P dan datang lagi tRNA lain di site A asam amino berikatan lagi hingga ujung mRNA maka selesailah proses tanslasi sehingga terbentuk asam amino atau polipeptida.


Begitulah proses sintesis protein pada tubuh kita di setiap sel yang biasanya kita tidak mensyukurinya bahwa ada kejadian luar biasa di tubuh kita sendiri (setiap sel).
 

TUBERCULOSIS


 
Penentuan klasifikasi penyakit dan tipe pasien tuberculosis memerlukan suatu “definisi kasus” yang meliputi empat hal, yaitu:
  1. Lokasi atau organ tubuh yang sakit: paru atau ekstra paru.
  2. Bakteriologi (hasil pemeriksaan dahak secara mikroskopis): BTA positif atau BTA negatif; BTA = Basil Tahan Asam.
  3. Tingkat keparahan penyakit: ringan atau berat.
  4. Riwayat pengobatan TB sebelumnya: baru atau sudah pernah diobati.

Manfaat dan tujuan menentukan klasifikasi dan tipe adalah:
  1. Menentukan paduan pengobatan yang sesuai,
  2. Registrasi kasus secara benar,
  3. Menentukan prioritas pengobatan TB BTA positif,
  4. Analisis kohort hasil pengobatan.

Beberapa istilah dalam definisi kasus:
  1. Kasus TB : Pasien TB yang telah dibuktikan secara mikroskopis atau didiagnosis oleh dokter.
  2. Kasus TB pasti (definitif) : pasien dengan biakan positif untuk Mycobacterium tuberculosis atau tidak ada fasilitas biakan, sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif.

Kesesuaian paduan dan dosis pengobatan dengan kategori diagnostik sangat diperlukan untuk:
  1. Menghindari terapi yang tidak adekuat (undertreatment) sehingga mencegah timbulnya resistensi,
  2. Menghindari pengobatan yang tidak perlu (overtreatment) sehingga meningkatkan pemakaian sumber daya lebih biaya efektif (cost-effective).
  3. Mengurangi efek samping.

a. Klasifikasi berdasarkan organ tubuh yang terkena:
1) Tuberkulosis paru
Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan (parenkim) paru, tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada hilus.

2) Tuberkulosis ekstra paru
Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar lymfe, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain.

b. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis, yaitu pada TB Paru:
1) Tuberkulosis paru BTA positif
  • Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif.
  • Satu spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada menunjukkan gambaran tuberkulosis.
  • Satu spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman TB positif.
  • Satu atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.

2) Tuberkulosis paru BTA negatif
Kasus yang tidak memenuhi definisi pada TB paru BTA positif. Kriteria diagnostik TB paru BTA negatif harus meliputi:
  • Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negative.
  • Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran tuberkulosis.
  • Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
  • Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan.

c. Klasifikasi berdasarkan tingkat keparahan penyakit
1). TB paru BTA negatif foto toraks positif
Dibagi berdasarkan tingkat keparahan penyakitnya, yaitu bentuk berat dan ringan. Bentuk berat bila gambaran foto toraks memperlihatkan gambaran kerusakan paru yang luas (misalnya proses “far advanced”), dan atau keadaan umum pasien buruk.

2). TB ekstra-paru dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan penyakitnya, yaitu:
  • TB ekstra paru ringan, misalnya: TB kelenjar limfe, pleuritis eksudativa unilateral, tulang (kecuali tulang belakang), sendi, dan kelenjar adrenal.
  • TB ekstra-paru berat, misalnya: meningitis, milier, perikarditis, peritonitis, pleuritis eksudativa bilateral, TB tulang belakang, TB usus, TB saluran kemih dan alat kelamin.

Catatan:
  • Bila seorang pasien TB paru juga mempunyai TB ekstra paru, maka untuk kepentingan pencatatan, pasien tersebut harus dicatat sebagai pasien TB paru.
  • Bila seorang pasien dengan TB ekstra paru pada beberapa organ, maka dicatat sebagai TB ekstra paru pada organ yang penyakitnya paling berat.

d. Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya
Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya dibagi menjadi beberapa tipe pasien, yaitu:

1) Kasus baru
Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).

2) Kasus kambuh (Relaps)
Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, didiagnosis kembali dengan BTA positif (apusan atau kultur).

3) Kasus setelah putus berobat (Default )
Adalah pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih dengan BTA positif.

4) Kasus setelah gagal (Failure)
Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.

5) Kasus pindahan (Transfer In)
Adalah pasien yang dipindahkan dari UPK yang memiliki register TB lain untuk melanjutkan pengobatannya.

6) Kasus lain
Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas. Dalam kelompok ini termasuk Kasus Kronik, yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan masih BTA positif setelah selesai pengobatan ulangan.

Catatan:
TB paru BTA negatif dan TB ekstra paru, dapat juga mengalami kambuh, gagal, default maupun menjadi kasus kronik. Meskipun sangat jarang, harus dibuktikan secara patologik, bakteriologik (biakan), radiologik, dan pertimbangan medis spesialistik.